Binder ya bukan bunder. Berbicara masalah binder saya punya cerita tersendiri. Ceritanya ya pasti ada hubungannya dengan dunia perkuliahan. Alasan saya menggunakan binder ini terinspirasi oleh salah seorang kakak tingkat yang beda jurusan. Menurut dia kalau kita pake binder catatan akan terlihat rapi, apalagi kalau tiap semester ganti binder akan terlihat hasil kita belajar tiap semesternya. Lumayan bisa diterima alasannya, akhirnya saya juga memutuskan untuk menggunakan binder di setiap semester.
Namun ternyata berbeda dengan saya. Pada perkuliahan tingkat pertama binder saya tertata begitu rapi. Setiap mata kuliah dipisahkan oleh pembatas yang sengaja dibuat sedemikian rupa, sehingga tidak terlihat acak-acakan. Pembatasnya pun sengaja saya print. Catatatan materinya juga penuh, sampai harus beli kertasnya lagi, saking penuhnya.Pada perkuliahan tingkat dua pembatas binder saya hanya dibatasi oleh kertas yang saya sobek lalu ditempel dan diberi nama mata kuliah terlebih dahulu. Tidak lagi saya print. Isinya juga tidak terlalu penuh, bahkan ada banyak sisa yang bisa digunakan untuk semester yang akan datang. Mungkin ini pertanda saya jarang mencatat materi, dan memang iya.
Pada tingkat ketiga saya tidak sempat memberikan pembatas pada binder saya. Niatan sih ada tapi selama perkuliahan berlangsung, dan sampai akhir semester pun nyatanya belum dibatasi. Saya menulis di mana saja tanpa memisahkannya berdasarkan mata kuliah. Hal ini terjadi pada semester ganjil dan genap, dan isinya pun semakin sedikit. Ditambah dengan tulisan saya yang memiliki ciri khas, yaitu tidak bisa dibaca oleh saya sendiri dan juga orang lain, acak-acakan. Mantap bukan?Kalau teman saya pinjam untuk melihat catatan, biasanya dia pusing sendiri dan terlihat sedikit jengkel. Tak lama kemudian dia akan mengembalikan binder saya dan berkata “meni teu kaharti tulisan teh”, sama sekali bukan ucapan terima kasih yang keluar. Dalam hati saya suka jawab "jangkan kamu, saya saja yang nulis tidak bisa baca". Yang suka pinjem sih perempuan, mereka memang rajin-rajin. Kalau laki-laki, sepanjang sejarah perkuliahan saya, tidak pernah ada yang pinjam binder untuk mencatat ulang.
Pernah juga suatu saat, hampir sama seperti di atas. Dia itu pinjam binder, ya tentu saya pinjamkan. Tapi saat dia baca tulisan saya, dia lebih sering mengerutkan dahinya daripada memindahkan catatan saya ke bindernya. Lalu sepertinya kesabarannya habis dan dia bertanya kepada saya " kalau ini apa maksudnya?" sambil menunjukkan pulpen yang dia pegang ke tulisan yang ada di binder saya. Setelah saya lihat, lha kok jadi saya yang bingung, padahal itu kan tulisan saya, dan akhirnya ya bingung semua.
Sebetulnya tulisan saya tidak jelek-jelek amat, karena kadang-kadang tulisan saya juga bagus. Ini tergantung pada kondisi psikologis dan kesehatan kali ya? Atau mungkin kondisi keuangan? Bisa juga mungkin karena faktor cuaca serta faktor hari apa saya nulis. Tapi apapun alasannya, minumnya? Eh maksudnya, tidak juga selamanya tulisan saya jelek, kadang-kadang rapi dan indah, yaitu pada saat nulis di laptop.
Ini adalah binder terakhir yang saya pakai:
Ini adalah binder terakhir yang saya gunakan dalam perkuliahan. |
Share This :
0 comments